-->

Menunjukan Rasa Cinta Tidak Harus Dengan Pacaran



Satu tahun belakangan ini saya mulai menghilangkan kebiasaan pacaran. Saya baru menyadari untung rugi dari hubungan yang udah jadi budaya baru di Indonesia ini. Mulai dari waktu, materi, sampai perasaan. Bukan saya orangnya perhitungan soal cinta, tapi kayaknya selama ini saya telah salah mengerti arti dari cinta itu sendiri. Ternyata, cinta itu gak harus dibuktikan dengan pacaran.

Kalau pacaran memang bukti dari cinta, kenapa harus banyak orang yang fisiknya dilukai oleh pacarnya sendiri? Padahal kata orang, cinta itu saling menjaga dan melindungi.

Kalau pacaran memang bukti dari cinta, kenapa ketika pacarnya melakukan hal yang dia suka malah dilarang-larang? Harusnya, kalau pacarnya bahagia, dia juga bahagia.

Kalau pacaran memang bukti dari cinta, kenapa harus menuntut apa yang gak ditakdirkan untuk pacarnya? Bukankah manusia dibatasi kekurangan dan kelebihan?

Kalau pacaran memang bukti dari cinta, kenapa ketika pacarnya hamil harus diguguri kandungannya? Sementara di luar sana ada pasangan suami istri yang menunggu hadirnya buah cinta mereka.
Kalau cinta kenapa harus pacaran? Saya pikir menikah itu lebih baik. Bahkan di agama saya jadi suatu nilai ibadah.

Suatu hari saya coba minta pendapat sama beberapa temen tentang pandangan baru saya ini. Sebagian kecil sependapat, dan sebagian besarnya bilang saya munafik. Kenapa? Karena bagi mereka, cowok normal itu harus membuktikan kenormalannya dengan menjalin hubungan dengan lawan jenis. Kalau cowok gak begitu kemungkinannya cuma satu: homo.

Sebenernya, saya setuju banget dengan apa yang mereka bilang. Suatu saat, insyaallah, gua akan menjalin hubungan sama lawan jenis. Tapi, kalau yang mereka maksud adalah hubungan pacaran, ini ekspresi saya:



Lagi pula, kebiasaan pacaran sebelum menikah itu bisa mengganggu masa depan kita. Misalnya:

Kenangan akan menghantui

Semakin sering kita pacaran, akan semakin banyak pula kenangan yang tercipta. Dan bila pada akhirnya orang yang bersanding dengan kita di pelaminan adalah orang kesekian yang pernah ada di hati ini, apakah mudah melupakan kenangan bersama yang lainnya di masa lalu?

Nanti hati gak utuh lagi

Biasanya pacaran itu pakai hati (meski gak sedikit juga yang cuma modal nafsu), kemudian hati itulah yang nantinya akan menerima segala rasa dari sebuah hubungan. Ada bahagia, ada juga luka.

Semakin sering bahagia karena seseorang, maka akan semakin sulit bagi kita melupakannya kelak. Syukur kalau nantinya dia memang jadi pendamping hidup kita. Tapi kalau cuma sesaat, kasihan pasangan kita nanti, di hati ini dia gak sendirian.

Sedangkan kalau semakin sering terluka, kita jadi trauma untuk menerima kehadiran orang baru. Butuh waktu yang lama untuk membuat semua luka itu mengering. Dan apakah pantas kita memberi kepingan hati yang tersisa untuk orang yang nanti bersedia mengahabiskan sisa hidupnya bersama kita?

Pacaran memang terlihat seru, tapi perlu kita ingat bahwa jodoh kita kelak berhak mendapat hati yang sepenuhnya untuk dirinya. Enggak dibagi dengan orang lain, apalagi cuma sisa-sisa serpihan dari masa lalu.

Gak mau kayak jomblo-jomblo ngenes di luar sana, saya tetep jadi diri saya sebagaimana mestinya, sebab bahagia itu saya yang ciptakan, bukan pacar. Bahkan saya bangga jadi jomblo. Itu cara saya buat memuliakan perempuan. Saya sadar belum mampu membahagiakan anak orang, tapi nanti kalau udah merasa mampu, saya akan minta langsung sama bokapnya. Hehehe…

Tapi, jangan kira jadi bertahan jadi jomblo sampai halal itu gampang. Apalagi buat orang yang biasa pacaran kayak saya. Suatu saat keinginan untuk kembali ke ‘sana’ pernah terlintas juga. Biasanya kalau lagi kesepian, rasanya pengin punya seseorang yang sedia menemani kayak dulu lagi. Makan bareng, nonton bioskop, jalan-jalan, dan lain-lain. Bukan hal yang mudah melupakan itu semua.

Perubahan total itu butuh waktu, sedangkan waktu kita di dunia enggak banyak. Jadi saya memilih berubah perlahan sekarang sebelum waktu itu habis. Dan sebenernya saya juga gak begitu khawatir seandainya perasaan ‘kembali ke sana’ muncul lagi, karena saya percaya setiap perbuatan baik akan selalu diikuti niatan buruk, entah yang datang dari diri sendiri ataupun orang lain. Kebaikan gak akan pernah berjalan mulus sendirian. Ujian dan rintangan pasti ada menghadang.

Begitulah hakikatnya hidup, dan justru di situlah nikmatnya perjuangan ini. Dan semoga siapapun yang berjalan di jalan kebaikan, akan Allah kuatkan tekat dan hatinya. Aamiin…

Ayo berhijrah!

Sumber: projomblo

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel